Palesa (part 1)
Palesa Esa mematut dirinya di depan cermin tua berbingkai jati itu. “Cantik ngga, Ma?”, tanyanya sambil memutar tubuhnya. Tubuhnya yang langsing bersalut gaun satin putih dengan sedikit renda berwarna merah muda pucat di bagian pundaknya. Seuntai kalung yang senada dengan anting-anting membingkai indah lehernya yang jenjang. “Cantik sekali.”, aku menjawab tersenyum sambil mendekati Palesa dari belakang. Kupegang kedua lengan anakku dan menatap cermin di hadapanku. Mataku berkaca-kaca. Perasaan haru menyergap. Anakku sekarang sudah dewasa. Dan Yosi tidak pernah berkesempatan melihatnya tumbuh berkembang menjadi gadis cantik. Merekah bagai sekuntum bunga, sesuai arti nama Palesa, yaitu bunga. “Ih, Mama kok berkaca-kaca begitu? Mama kenapa?” Esa membalikkan badannya dan menatapku. Mulutnya monyong. Tapi meskipun sedang monyong seperti itu, kecantikannya tetap memancar. “Mama cuma teringat Papamu, Esa.”, jawabku pelan. Senyum di wajahku gagal menutupi segu