Seutas noken di Sentani
Sentani,
28 Maret 1991.
Anna
memotong noken itu dan
mengalungkannya ke ambang pintu. Dibuatnya simpul yang kuat. Noken itu, yang lima belas tahun lalu
tergantung di kepala Yosepha, ibunya, sewaktu ibunya melarikan diri dari
kampung sambil menggendongnya. Saat itu ia masih berumur tiga tahun. Noken itulah satu-satunya peninggalan mendiang
ibunya yang dibawa dari kampung Aroanop. Tas dari serat kulit kayu itu warnanya
sudah memudar dan robek di beberapa bagian, tapi masih kuat. Sekuat karakter
suku Amungme yang tegar karena tempaan alam pegunungan Nemangkawi yang keras. Nemang artinya panah, dan kawi artinya suci. Pegunungan yang berselimutkan
salju putih itu dipercaya sebagai tanah suci. Tanah suci yang selaiknya bebas
dari perang dan dijaga para ulayat,
karena merekalah penguasa dan pewaris utama tanah Nagawan Into (Tuhan).
Noken ini yang mengantarnya ke Sentani, dan
noken ini pulalah yang akan
mengantarnya kembali ke tanah Nagawan
Into. Anna berdiri di atas kursi, mengalungkan noken itu ke lehernya. Memejamkan mata ia menendang kursi itu dan
menunaikan nafas terakhirnya.
*
Angin
semilir bertiup membawa gumpalan awan di pegunungan Nemangkawi. Sang surya
bersinar terik tanpa malu-malu. Yosepha menuang sebakul biji kopi Amungme yang
baru saja dipanen ke atas tanah itu. Sambil berjongkok ia memilah biji kopi
yang bagus dari yang cacat dan dari kotoran lainnya. Tiba-tiba sepasang sepatu
tentara hitam muncul di hadapannya. Yosepha mendongak.
“Mana
pemilik rumah ini? Panggil dia. Kami datang untuk mengambil lahan ini!” bentak
pria bertubuh besar itu.
Yosepha
berdiri dan belum sempat ia menjawab, suaminya, Alfonso, keluar dari honai. Semua terjadi begitu cepat. Empat
pria berbaju loreng di belakang pria kekar langsung mengepung Alfonso. Seorang
pria menghantam kepala Alfonso dengan gagang tombak yang dipegangnya. Alfonso
terpuruk ke tanah. Yosepha memekik melihat darah merah mengalir dari pelipis
Alfonso yang hitam legam. Mereka lalu mengikat Alfonso.
Mendengar
teriakan Yosepha, segerombolan pria berhamburan keluar dari dalam honai. Beberapa diantarannya memegang
tombak dan siap menyerang. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa melihat
parang yang teracung di leher Alfonso. Alfonso mencoba berontak. Namun tubuhnya
yang masih kelelahan segera menyerah. Semalaman ia bersama beberapa pria
lainnya dari kampung Aroanop memasang panah tanam patok di sekeliling tanah
mereka. Baru saja ia merebahkan diri ketika ia mendengar teriakan di luar honai. Empat pemuda tersebut lalu
menyeret Alfonso pergi diiringi tangisan Yosepha.
Siang
itu Yosepha kembali ke rumah ebei,
membangunkan anak tunggalnya Anna dari tidur siang. Ia bertekad untuk hidup.
Anna masih terlalu kecil untuk berkorban demi idealisme menjaga tanah suci ini.
Para tetangga berusaha membujuk Yosepha untuk tetap bertahan. Perjuangan mereka
melawan perusahaan asing yang mencoba merebut tanah suci ini belum selesai. Namun
Yosepha tidak bergeming dengan keputusannya.
Ke
dalam noken ia memasukkan beberapa
helai baju dan sebungkus kain berisi biji kopi yang akan dipakainya sebagai
ongkos perjalanan. Dikalungkannya noken
itu di atas dahinya. Tangan kanannya menggendong Anna yang masih menangis. Dengan
hati hancur ia meninggalkan kampung Aroanop menuju Sentani.
Beberapa
pekan lalu adiknya, Ambrosius, datang ke kampung Aroanop dan berpesan bahwa ia
akan menyambut Yosepha untuk tinggal di Sentani kapan saja ia siap. Kabar yang
beredar mengatakan bahwa situasi di kampung itu sudah tidak lagi aman karena
pihak freeport ingin membebaskan area
tersebut untuk pertambangan yang besar. Sudah banyak wanita yang diperkosa,
warga yang disiksa atau dibunuh dalam usaha pengambil alihan lahan tersebut.
Mereka yang ditangkap tidak pernah kembali.
*
Simon
menahan napas melihat para penjaga menggeledah satu demi satu pekerja
pertambangan yang sedang mengantri untuk pemeriksaan sebelum pulang. Pengawasan
terhadap para pegawai semakin ketat. Betapa tidak. Beberapa bulan belakangan
ini dilaporkan banyak pencurian terhadap bijih emas dan tembaga yang ditambang
di perusahaan freeport ini. Sebongkah
kecil bisa dijual cukup mahal. Tiba gilirannya. Ia melangkah maju, meletakkan
tasnya dan mengangkat kedua tangannya. Tiba-tiba salah satu penjaga menatapnya
curiga dan menyuruhnya masuk ke ruangan kecil di samping tempat pemeriksaan itu.
Di situ ia dipaksa untuk melepaskan pakaiannya. Mereka bahkan melucuti seluarnya.
Tentu saja ia marah dan berusaha berontak. Tapi apalah daya, dia hanya bisa
tergugu ketika para penjaga itu menemukan biji emas sebesar kacang yang
diselipkan di belahan bokongnya. Biji emas yang diharapkan bisa menjadi emas
kawin untuk mempersunting Anna.
Simon
tidak merasa bersalah mengambil sedikit emas itu. Toh, emas itu digali dari
tanah suci milik sukunya. Kenapa sekarang para orang asing menyatakan bahwa
merekalah yang empunya tanah itu? Tanah yang di rahimnya terkandung jutaan ton
tembaga, emas dan perak itu dikeruk semena-mena. Tak ada yang dikembalikan
kepada penduduk asli yang sudah berdiam di sana puluhan tahun. Keluarganya
sebagai pemilik tanah malah diusir. Lubang raksasa menganga yang tertinggal dan
limbah di aliran sungai Aijkwa yang menjadi saksi bisu ketamakan manusia.
Tapi
Simon salah. Tanah itu, emas itu, secara hukum bukan lagi miliknya. Hukum tidak
mengerti titah suci. Dan karena kesalahan itu ia harus dipenjara.
*
“Tolonglah!”,
pinta Simon mengiba kepada Annie. Dia tidak bisa membiarkan Anna mengetahui
bahwa ia mendekam di penjara. Anna tidak pernah tahu kalau dia bekerja di freeport. Seandainya Anna tahu, mungkin
hubungan mereka akan putus. Gadis itu amat membenci freeport. Freeport telah merenggut
sosok ayah yang seharusnya dimilikinya. Kepada Anna, Simon berbohong bahwa ia
bekerja di kapal laut. Itu sebabnya hanya sebulan sekali ia kembali ke Sentani.
Padahal selama ini ia bekerja di Timika, yang jauh dari Sentani. Sejauh ini
sandiwaranya berjalan lancar. Ia berencana menikahi Anna. Tapi ia butuh emas
kawin. Karena itulah ia nekat mencuri. Tapi apa daya, dewi keberuntungan sedang
tidak berpihak kepadanya.
Annie
resah. Dia tidak suka membohongi Anna. Anna itu sudah seperti adiknya sendiri
walaupun mereka sebenarnya hanyalah bertetangga. Semenjak Yosepha meninggal
setahun yang lalu, hampir setiap hari Anna mengunjungi Annie, mengisi kesepian
lewat mengobrol. Bercerita soal mimpinya untuk menjadi mahasiswi hukum. Suatu
hari nanti, aku akan menjadi jaksa dan akan kugugat freeport. Aku akan mengembalikan tanah suci kepada leluhurku. Begitu
ceritanya.
Annie
yang sehari-harinya bekerja di kantin penjara itu terkejut ketika suatu hari
melihat Simon ikut mengantri makan siang. Tapi Simon memohon supaya Annie tidak
menceritakan ini semua kepada Anna. Biarlah Anna tetap berpikir bahwa ia sedang
berlayar ke tempat yang jauh. Dengan bantuan menyogok sipir penjara, Simon
berhasil mengirimkan sms ke Anna yang berisi pesan bahwa ia akan pergi lama
karena kontrak pekerjaan. Ia tahu Anna akan setia menunggunya.
Biarkan
aku yang menyelesaikan masalah ini dengan caraku. Begitu pintanya. Ego seorang
pria. Annie amat mengerti. Pria mana yang dapat jujur kepada tunangannya bahwa
ia kedapatan menyembunyikan sebijih kecil emas di bokongnya demi emas kawin? Mau
ditaruh dimana mukanya? Kalau ketahuan, Simon akan dianggap sebagai pria yang
miskin dan bodoh.
Annie
menghela nafas dan akhirnya mengiyakan dengan berat. Kalau Anna tahu bahwa
Simon dipenjara, tentunya ia akan sedih dan hari-harinya akan dilalui dengan murung.
Apa salahnya memberikan sedikit kebahagiaan kepada anak yatim piatu ini?
Walaupun kebahagiaan itu semu belaka?
*
Sudah
dua hari ini Anna tidak berkunjung ke rumahnya. Annie cukup heran. Biasanya
hampir setiap malam ia datang untuk sekedar makan malam bersama. Sejak
ditinggal suaminya, makan malam bersama adalah cara mereka berbagi kehidupan, saling
mengisi kesepian karena ditinggal orang yang mereka sayangi.
Mungkin
ia sibuk. Atau sakit? Ada baiknya aku ke sana melihat keadaannya. Annie keluar
dan mengetok rumah Anna. Tidak ada jawaban. Samar-samar tercium bau busuk.
Perasaan Annie jadi tidak enak dan jantungnya berdebar tak keruan. Dengan panik
ia meminta tolong beberapa warga untuk membantu mendobrak pintu rumah Anna.
Setelah berhasil, mereka menemukan mayat Anna tergantung di ambang pintu. Sudah
mulai membusuk. Di atas meja tergeletak selembar koran dan dua lembar surat. Di
koran yang sudah lewat tayang itu terpampang foto seorang tahanan pria yang
tertunduk malu karena tertangkap saat mencuri sebijih kecil emas di bokongnya. Entah
darimana koran itu didapatnya. Selembar surat dari Universitas Gadjah Mada memberitahukan
bahwa Anna gagal lolos USM fakultas hukum. Di sebelahnya, ada surat yang
ditulis dengan tulisan tangan dan ditujukan kepada Annie.
"Kak Annie,
Anna pamit dahulu. Anna mau kembali ke tanah
suci. Ke tempat di mana tidak ada kegagalan dan tidak ada kebohongan.
Anna mohon maaf kalau kepergian Anna ini
mendadak. Tolong relakan kepergian Anna, dan jangan menyalahkan diri kakak.
Jaga diri baik-baik setelah Anna pergi.
Tolong kembalikan Anna ke Aroanop. Biarkan Anna kembali ke tangan Nagawan Into
dengan damai.
Sampai bertemu lagi, kakakku
tersayang."
*
1.
Noken
= tas dari akar tumbuhan atau rotan, biasa dipakai di kepala
2.
Ulayat
= pemilik, pewaris tanah
3.
Honai
= rumah adat di Papua dengan atap kerucut, biasanya didiami pria
4.
Ebei
= rumah adat di Papua untuk kaum wanita
Comments
Post a Comment