Solo and Semarang, 29 Mei 2013

Satu hal yang merupakan nilai positif tinggal di hotel Mangkuyudan adalah sarapan gratis setiap pagi. Dan sarapannya lumayan enak. Meskipun kondisi kamarnya agak menyedihkan.

Pagi ini sarapanku adalah nasi campur. Mirip-mirip gudeg, tapi ada tambahan abon, irisan telur dadar, dsb. Karena saya memesan 1 kamar yang biasanya diisi 2 orang, setiap pagi saya dapat 2 piring nasi dan 2 gelas teh manis.



Sarapan pagi komplit

Sore nanti saya akan ke Semarang, jadi saya punya waktu setengah hari untuk keliling Solo. Saya memutuskan untuk pergi ke Benteng Vandenberg dan ke Pasar Gede. Ajaibnya, bapak yang bertugas di hotel tidak tau di mana letak benteng itu. Kebetulan saya perlu mengirim pos, jadi saya naik taxi dan ke kantor pos terdekat. Di taxi saya sempat bertanya lagi lokasi benteng itu dan diberitahu kalau ada di dekat Galabo.

Tadinya saya mau ke Rumah Rempah Karya, tapi letaknya yang nun jauh di sana membuat saya membatalkan niat saya. Sehingga rute saya adalah Benteng Vandenberg, Pasar Gede dan Kampung Kauman.

Saya melewati daerah Balai Kota Surakarta dalam perjalanan menuju ke Pasar Gede. Yang menarik, bangunan ini tidak memiliki pagar. Seperti yang saya ceritakan di blog sebelumnya, Pak Jokowi berusaha untuk membuat suasana jalan protokol ini sebagai daerah yang terbuka dan tanpa pagar. Terus terang saya sangat menghargai dan menikmati konsep ini. Terasa seperti di luar negeri (kalau tidak mengingat suhu di kota Solo yang panas).


Balai Kota Surakarta yang tanpa pagar

Benteng Vandenberg di kejauhan

Ternyata bentengnya tutup dan hanya dibuka untuk tur pendidikan (dari sekolah). Sekali lagi saya harus gigit jari. Pemerintah Indonesia tidak cukup memperhatikan turisme, sehingga banyak lokasi yang tutup dan buka seenaknya. Keterbatasan informasi di internet juga menjadi kendala.

Dari benteng, saya menuju PGS yaitu semacam Mangga Dua-nya Solo. Saya sempat membeli beberapa baju di sana. Lalu dari sana saya jalan kaki ke Pasar Gede. Ternyata di Pasar Gede tidak banyak yang bisa dilihat selain bahwa ini adalah pusat grosir buah. Arsitekturnya cukup menarik karena masih tradisional. Dari sana, saya naik becak menuju kampung Kauman.

 Pasar Gede - pasar grosir buah Solo

Yang menarik di Solo adalah, setiap tukang becak akan berusaha menawarkan servis becak. Mereka bersedia menungggu, bahkan mereka menawarkan jasa ojek motor sehari penuh. Karena takut tidak keburu waktunya untuk ke Stasiun yang letaknya jauh dari hotel (dan dari kampung Kauman saya harus balik ke hotel dulu mengambil barang), akhirnya saya menolak tawaran abang becak ini dengan berat hati. Susah payah saya menjelaskan bahwa saya hanya punya waktu 1 jam untuk semuanya dan jarak tempuh yang jauh tidak memungkinkan 1 jam itu dicapai naik becak.

Kampung Batik Kauman menawarkan batik yang lebih berkelas dibanding Klewer. Kira-kira setara dengan Kampung Laweyan (mungkin ada beberapa toko yang menawarkan dengan harga sedikit di bawah Kampung Laweyan). Di sini saya cuma membeli beberapa batik. Dari sana saya mengambil taksi utk kembali ke hotel, lalu langsung ke Stasiun. Saya harus naik becak dulu untuk naik taksi. Di Solo, taksi tidak berseliweran di mana saja seperti di Jakarta.

Setelah 2 jam perjalanan, saya tiba di Semarang. Hari sudah gelap. Ternyata jarak dari Stasiun menuju hotel cukup jauh. Saya lega sekali bisa tiba di hotel yang nyaman (hotel yang paling nyaman dari semua hotel yang saya tempati). Uniknya, Citi Hotel ini menawarkan kamar dengan single bed, cocok untuk single traveler seperti saya.


Foto dari pintu masuk. Sempit tapi nyaman


Kamar mandi yang bersih. Handuk dan alas kaki tersedia

Shower area. 
Di sebelah kanan ada shampoo and soap dispenser

LCD TV di ujung ranjang

Nasi goreng 1 jam

Harganya memang reasonable,
tapi saya lupa melihat tulisan bahwa ini dipesan di luar

Kamar mandinya bersih, tapi drainase-nya agak mampet. Tepat di ujung tempat tidur terdapat TV dengan pilihan beberapa channel manca negara dan channel TV lokal.

Karena malas keluar, saya memesan makanan di hotel, karena harganya yang reasonable. Ternyata ini keputusan yang salah besar. Saya menunggu lebih dari 1 jam untuk nasi goreng saya. Ternyata mereka harus keluar dan membeli nasi goreng saya dulu. Saya harus menelpon lagi 1x dan secara pribadi berjalan ke resepsionis menanyakan nasi goreng saya. Untung akhirnya datang juga.

Malam itu saya cuma menikmati fasilitas hotel sambil menonton TV. Lelah juga berpergian selama 5 hari berturut-turut. Jadi saya mengambil kesempatan untuk beristirahat dan menyusun jadwal untuk besok.

Comments

Popular posts from this blog

Perbandingan harga filter air rumahan di 3 toko LTC

Palesa (part 1)

Yogyakarta, 25 Mei 2013